Palembang//Linksumsel-Palembang, sebuah kota yang terletak di Pulau Sumatera, menawarkan pesona alam yang memikat dan kekayaan budaya yang melimpah. Dikenal sebagai salah satu kota tertua di Indonesia, Palembang mempersembahkan panorama yang memukau dengan sungai Musi yang membelahnya. Namun, di balik pesonanya, kota ini juga menghadapi tantangan yang nyata, salah satunya adalah masalah sampah.
Di tengah keindahan alamnya, terkadang kita juga dihadapkan pada gambaran yang menyedihkan, terutama di beberapa bagian kota seperti Rusun 24 Ilir Palembang.
Suasana di Rusun 24 Ilir mencerminkan kehidupan yang dinamis dan beragam. Setiap hari, lorong-lorong rusun dipenuhi dengan aktivitas warga yang sibuk. Meskipun terkadang dihadapkan pada tantangan seperti masalah sampah, semangat gotong royong dan kebersamaan tetap terasa kuat di antara penghuni Rusun 24 Ilir. Dari cerita-cerita keseharian hingga tawa yang riang, suasana di rusun ini menjadi cerminan dari kehidupan komunitas yang hidup dan bersemangat, di mana solidaritas dan kebersamaan menjadi pilar utama dalam membangun hubungan antar warga.
Sampah menjadi permasalahan yang amat penting bagi keindahan lingkungan rumah susun. Sampah sendiri dapat muncul disebabkan karena adanya aktivitas yang dihasilkan oleh masyarakat setempat. Salah satu aktivitas masyarakat rusun sendiri yakni perdagangan, sebagian penduduk berjualan makanan.
Hal tersebut dari aktivitas yang dilakukan dapat menimbulkan sampah seperti sampah plastik sebagai tempat makanan. Dari bekas aktivitas tersebut banyak warga yang langsung membuangnya secara sembarangan dan juga kapasitas dari pembuangan sampah sendiri sudah penuh sehingga membuat bekas dari aktivitas warga dan sampah menjadi menumpuk. Hal inilah dapat mengakibatkan keindahan lingkungan terlihat tidak bagus serta juga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit.
Jumlah sampah juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya yakni jumlah penduduk. Penduduk di rusun 24 Ilir lumayan cukup padat dan memiliki kegiatan yang berbeda-beda setiap penduduknya. Penduduk yang padat dapat membuat sampah menumpuk, hal ini dikarenakan kurangnya tempat atau ruang untuk penampungan sampah bagi warga sekitar.
Kemudian, warga yang melakukan peningkatan dengan keberagaman kegiatan atau aktivitasnya menyebabkan sampah yang didapatkan semakin banyak pula. Lalu, sistem pengumpulan maupun pembuangan sampah tidak selalu dilakukan setiap hari oleh petugas kebersihan sehingga sampah yang berada pada pembuangan sampah menjadi menumpuk dalam kurun waktu yang lama.
Lingkungan dengan kondisi yang cukup memprihatinkan dari segi kebersihannya tetap membuat warga setempat melakukan berbagai aktivitasnya, salah satunya anak-anak di Rusun 24 Ilir.
Hal ini dikarenakan tidak melunturkan anak-anak pada kegiatannya terutama dalam hal bermain meskipun lingkungannya yang berdampingan dengan banyaknya sampah. Tanggapan salah satu anak yang tinggal di sekitar mengenai tempat bermainnya, yakni lapangan. “Ini Biasanyo kami main bola disini yuk, tapi banyak nian sampahnya,” ungkap salah satu anak Rusun 24 Ilir, Minggu (3/3/2024) lalu.
Namun, dengan keadaan yang seperti itu tetap tidak melunturkan semangat anak-anak dalam melakukan aktivitasnya. Pernyataan tersebut dipertegas dengan ungkapan dari salah satu anak. “senang main disini, tapi sampah-sampah ini bau nian juga, tapi cak mano lagi ini lah tempat tinggal kami” ungkap PA (10 tahun).
Tentu dengan adanya penumpukan sampah memberikan dampak negatif. Dampak kesehatan dan juga lingkungan menjadi dampak negatif yang dapat timbul disebabkan karena pengelolaan sampah yang kurang baik. Dari dampak lingkungan, sampah yang menumpuk dapat membuat keindahan lingkungan menjadi kurang enak dipandang, proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme yang menghasilkan gas-gas tertentu sehingga menimbulkan bau busuk, pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air dapat menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi meluap, dan ketika musim hujan datang sampah yang menumpuk tersebut dapat menyebabkan banjir.
Kemudian, dari segi dampak kesehatan, sampah yang menumpuk juga bisa menjadikan tempat perkembangan vektor penyakit dan terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah sembarangan seperti luka akibat benda tajam.
Mengenai dampak penumpukan tersebut dipertegas dengan adanya pernyataan dari salah satu anak di Rusun 24 Ilir.
“sampah jarang diangkutin, sampai jalan baru diangkut dan kalau hujan deras jadi banjir juga banyak nyamuk jadinya yuk,” ungkap PA (10 tahun). Hal ini tentunya bisa menjadi permasalahan kesehatan bagi warga sekitar dan dapat menimbulkan risiko penyakit, salah satunya yakni Demam Berdarah Dengue (DBD).
Sampah yang berserakan atau menumpuk menjadi faktor risiko penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Ketika musim hujan sampah bisa membuat banjir dan air tergenang sehingga sampah yang menumpuk berisikan air akibat hujan menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit, yakni nyamuk Aedes Aegypti.
Hal inilah yang menjadikan penumpukan sampah bisa menimbulkan risiko penyakit DBD.
Pengelolaan sampah yang tidak baik menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perkembangbiakan vektor penyebab DBD.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksius yang sangat dipengaruhi oleh tingkat sanitasi pada kelompok masyarakat yang tidak bisa mengelola sampah dengan baik, penyakit ini sendiri ditularkan antar manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Peningkatan jumlah sampah yang tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi lebih serius.
Masalah pengelolaan sampah sendiri masih sering disepelekan oleh sebagian masyarakat sehingga dari sifat acuh tersebut mengakibatkan adanya penumpukan sampah dan menyebabkan perkembangbiakan vektor penyebaran dari virus Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat mengalami peningkatan.
Kemudian, peningkatan risiko DBD juga bisa disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai Demam Berdarah Dengue, hal inilah membuat warga sekitar dalam pencegahannya masih sangat rendah, terutama dalam hal mengelola sampah.
“Jarang dibersihke, terus gotong royong juga udah jarang,” ujar salah satu anak di Rusun 24 Ilir.
Pernyataan tersebut dapat mempertegaskan bahwa di wilayah sekitar tingkat partisipasi masyarakat dalam pencegahan dengan mengelola sampah masih sangat rendah, sehingga risiko untuk terjadinya Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat meningkat.
Masalah penumpukan sampah di Rusun 24 Ilir telah menjadi sumber kekhawatiran yang serius, terutama karena hubungannya dengan peningkatan kasus penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) di lingkungan tersebut.
Untuk mengatasi masalah-masalah itu, langkah-langkah proaktif harus diambil segera. Pertama-tama, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan kebersihan lingkungan. Ini dapat dilakukan melalui kampanye penyuluhan, dan kegiatan sosial lainnya yang melibatkan penghuni Rusun 24 Ilir.
Selain itu, pemerintah setempat perlu meningkatkan fasilitas pengelolaan sampah yang efektif, seperti penempatan tempat sampah yang memadai dan pengaturan pengumpulan sampah secara teratur. Diperlukan juga keterlibatan aktif dari masyarakat dalam program pembersihan lingkungan secara rutin.
Para warga berharap akan adanya peningkatan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan pengelolaan sampah yang baik. Mereka juga berharap akan diberikan fasilitas yang memadai untuk memudahkan pengelolaan sampah, seperti tempat sampah yang cukup dan pengumpulan sampah secara teratur.
Harapan mereka bukan hanya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, tetapi juga untuk melindungi kesehatan mereka dan keluarga dari risiko penyakit DBD yang serius. Dengan dukungan dan kerjasama semua pihak, warga Rusun 24 Ilir yakin bahwa masalah sampah dan penyebaran DBD dapat diatasi, menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua penghuninya.(J.red).
Penulis: Prilesi Iqva Modista, Aricha Kesuma Sari, Ayu Setiyani, Melvi Kurnia Asfitri, Shella Dameria Hutabarat. (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sriwijaya)