Berau//Linksumsel-Perss Release yang di pimpin langsung oleh AKBP Sindhu Brahmarya di ruang Press Release polres Berau 26/12/2022.
Pengungkapan bermula dari laporan mayarakat yang menyebutkan adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan air padai yang merupakan aset daerah/aset kampung pilanjau Kec Sambaliung Kab Berau.
“Sesuai dengan petunjuk dari Kapolri dan Kapolda Kaltim berkomitmen untuk memberantas segala bentuk penyimpangan yang ada termasuk tindak pidana korupsi ataupun pungli dan yang lainnya”, paparnya.
Polres Berau telah melakukan pemeriksaan bersama tim Ahli Pidana, Ahli Tipikor, Ahli BPKP dari Samarinda, Ahli Kemendes dan BUMDES, serta sudah memeriksa tersangka 6 kali sebelum melakukan penetapan terhadap tersangka berinisial BM (56 th).
Untuk pasal yang sangkakan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dijelaskannya, sekitar tahun 2016 pengelolaan aset desa berupa mata air gunung padai Kampung Pilanjau Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau yang terdaftar di inventaris desa sesuai dengan nomor kode barang 2.01.0505 yang asal usul barangnya berasal dari aset atau kekayaan asli desa berupa tanah untuk sumber mata air gunung padai yang dikelola Kampung Pilanjau Kecamatan Sambaliung sejak bulan Juli 2017 hingga Desember 2021 di kenakan pungutan sejak tahun 2017 sebesar Rp 10.000,-/ton air dan pada tahun 2019 naik menjadi Rp. 25.000,-/ton air yang nota pembelian dan invoice (tagihan) pembayaran air menggunakan kop Kampung Pilanjau dari rekapitulasi tagihan yang sudah diterima yaitu tahun 2017 Rp 67.510.000,- tahun 2018 Rp 100.150.000,- tahun 2019 Rp. 171.825.000, tahun 2020, Rp. 191.750.000,- dan Tahun 2021 Rp. 245.625.000, untuk total keseluruhan sebesar Rp. 776.860.000,- (tujuh ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus enam puluh ribu rupiah) kemudian uang hasil penjualan dari mata air gunung padai tersebut tidak disetorkan ke rekening kas kampung sehingga penggunanya tidak dapat dipertanggung jawabkan hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016.
Lanjutnya, penyidik juga saat ini tengah menyelediki apakah tersangka merupakan pemain tunggal atau ada kemungkinan nantinya muncul tersangka lain.
“Pengungkapan kasus Tipikor ini merupakan pemanasan insya Allah kami mohon do’anya dan dukungan nya dari seluruh masyarakat Kab Berau teman-teman wartawan juga, mudah-mudahan tahun depan kita bisa mengungkap tindak korupsi yang merugikan masyarakat ataupun melibatkan profil yang lebih besar sehingga di harapkan lebih banyak menyelamatkan keuangan negara, serta mereduksi tindak korupsi yang timbul”, pungkasnya. (Nn)