Palembang//Linksumsel-Pemberian perpanjangan waktu untuk pekerjaan belum selesai berdasarkan aturan perundangan harus memenuhi kriteria yang di syaratkan aturan perundangan. Bila perpanjangan waktu ini karena ketidak mampuan kontraktor melaksanakan pekerjaan tepat waktu akan berpotensi pekerjaan tidak sesuai klausal kontrak dari sisi fisik dan keuangan.
PPK dapat menetapkan perpanjangan kontrak apabila terjadi perubahan kondisi lapangan, keadaan kahar (force majeure), dan peristiwa kompensasi sehingga berimplikasi terhadap penambahan waktu penyelesaian pekerjaan. Dalam hal keterlambatan penyelesaian pekerjaan disebabkan oleh kesalahan penyedia barang/jasa, maka PPK harus mengenakan denda keterlambatan atas penyelesaian pekerjaan.
Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI) soroti pekerjaan proyek infrastruktur tahun 2022 di Kabupaten Lahat yang di kerjakan di awal tahun anggaran 2023.
“Data yang kami dapatkan dari masyarakat di Kabupaten Lahat tentang adanya pekerjaan pengaspalan badan jalan di kerjakan di tahun anggaran 2023 perlu di cermati oleh Aparat Penegak Hukum khususnya Kejaksan negeri Lahat”, ucap Koordinator K MAKI Bony Balitong.
“Addendum perpanjangan waktu kontrak bisa di berikan kepada kontraktor pelaksana karena adanya perubahan kondisi lapangan, force majeure, dan/atau peristiwa kompensasi yang menuntut perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan”, kata Bony lebih lanjut.
“Intinya pemberian perpanjangan waktu harus memenuhi 3 (tiga) kriteria ini dan diluar kriteria itu maka ini merupakan tindakan pelanggaran aturan perundangan yang berpotensi Perbuatan Melawan Hukum”, papar Bony Balitong.
“Pada saat proses tender di jelaskan oleh Pokja dan tim ULP tentang syarat pelaksanaan kontrak yaitu waktu pelaksanaan dan syarat teknis berupa alat peralatan kerja serta kesanggupan melaksanakan kerja”, jelas Bony Balitong.
“Kesanggupan kontraktor pemenang lelang di tuangkan dalam klausal kontrak antara PPK dan kontraktor pelaksana”, ucap Bony Balitong.
“Kalau terjadi hambatan pelaksanaan tentunya tanggung jawab penyedia yang tidak mampu melaksanakan janji”, kata Bony Balitong.
“Okelah kalau terlambat 10% sd 15% masih dapat di maklumi tapi kalau lebih dari itu maka patut diduga ada masalah dalam dokumen lelang yang diserahkan pada saat lelang”, ucap Bony Balitong.
“Dokumen palsu dan keterangan palsu bisa saja di ajukan kontraktor pelaksana saat lelang”, ujar Bony Balitong.
“Implikasi yang paling serius dari keterlambatan waktu adalah kualitas dan kuantitas pekerjaan akan berpotensi tidak sesuai kontrak”, jelas Bony Balitong.
“Kami berharap Kejaksan Negeri Lahat pro aktif meneliti proyek kejar tayang ini dengan meminta audit investigative kepada auditor negara guna mencegah kerugian negara”, papar Bony Balitong.
Tidak perlu menunggu audit BPK terkait pelaksanaan APBD karena sifat audit tersebut bukan audit tujuan tertentu tapi audit kinerja saja”, pungkas Bony Balitong.