Palembang, Linksumsel-Dana Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab perusahaan kepada masyarakat yang terdampak dan juga wujud kepedulian kepada masyarakat. Idealnya 2% untuk Bina Lingkungan dan 2% untuk Program kemitraan yang bersumber dari netto income perusahaan (keuntungan bersih)
Dahulunya dana Coorporate Responsibility BUMN di keluarkan dari kas perusahaan dan di kelola oleh bagian CSR perusahaan. Namun terjadi perubahan aturan terkait dana CSR oleh pemerintah untuk menghindari terjadinya potensi penyimpangan menjadi biaya produksi hingga dapat di lakukan audit kas setara kas.
Ternyata aturan ini belum dapat mengeleminir penyimpangan dana CSR yang di kelola oleh badan yang di bentuk oleh Pemerintah daerah. Potensi penyimpangan penyaluran dana CSR sangatlah besar menurut Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI).
“Kami meneliti penyaluran dana CSR dengan contoh CSR PT Bina untuk 10 daerah kabupaten kota di Sumsel”, papar Koordinator K MAKI Bony Balitong.
“Dana tunai sebesar Rp128 miliar bersumber dari CSR PTBA dialokasikan oleh Pemprov Sumsel untuk membangun GOR di beberapa daerah kabupaten kota melalui suatu badan yang di bentuk oleh Pemprov Sumsel”, jelas Bony Balitong.
“Menjadi potensi penyimpangan ketika penggunaan dana ini lepas kontrol karena di kelola tanpa pengawasan, pertanggung jawaban kepada pemberi dan tidak di audit”, kata Bony Balitong lebih lanjut.
“Mungkin saja asumsi badan pengelola dana CSR bahwa dana ini bukan dana hibah sehingga tidak perlu pertanggung jawaban”, ujar Bony Balitong.
“Kami menemukan potensi dugaan kerugian dan penyimpangan dana CSR oleh pengelola dengan dugaan merubah peruntukan dan jumlah yang harusnya di salurkan”, ungkap Bony Balitong.
“Kami telah melakukan investigasi ke pemberi dan mereka menyatakan memberikan dana CSR dalam bentuk gelondongan atau keseluruhan kepada Pemprov Sumsel dan tidak melakukan pemantauan di karenakan telah ada badan pengelola CSR”, ujar Bony Balitong.
“Dana CSR merupakan penyisihan uang negara dan di alokasikan dari biaya produksi sehingga harus di lakukan audit investigative oleh BPKP dan bila ada potensi kerugian negara seperti dugaan rusaknya GOR Pagaralam dan dugaan penyimpangan dana CSR di kabupaten Pali harus di tindak lanjuti secara hukum dengan audit investigative termasuk biaya operasional dan gaji bila memang di gunakan oleh pengurus CSR”, pinta Bony Balitong.
“Kami tidak ingin kejadi seperti korupsi dana infak dan sedekah umat di badan pengelola zakat dan infak ACT”, pungkas Bony Balitong.