Babel-Linksumsel-Perkara penyerobotan lahan PT Krama Yudha Sapta menjadi viral di Kota Pangkal Pinang karena melibatkan pengusaha berpengaruh. DRH yang menguasai tanah HGB PT Krama Yudha Sapta secara tidak sah di kenal dekat dengan petinggi Pemerintah Daerah dan APH di Provinsi Babel.
Berawal dari lahan HGU PT Krama Yudha Sapta yang di nyatakan tanah terlantar oleh Kantor Badan Pertanahan Babel maka penyerobotan lahan ini terjadi. PT Krama Yudha Sapta menggugat BPN Perwakilan Babel terkait putusannya yang menyatakan tanah HGU PT Krama Yudha Sapta berstatus tanah terlantar.
Gugatan ini di menangkan sampai dengan inkrach di Kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan tanah tersebut berstatus HGU PT Krama Yudha Sapta. DRH cs tidak mengakui putusan TUN tersebut dan melakukan gugatan perdata sampai dengan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung namun status tanah tersebut dinyatakan secara perdata milik PT Krama Yudha Sapta.
Atas Putusan tersebut PT Krama Yudha Sapta mendaftarkan perubahan status tanah tersebut di BPN Babel dari status HGU menjadi berstatus HGB termasuk lahan yang di kuasai oleh DRH secara tidak sah tersebut. PT Krama Yudha Sapta melakukan upaya persuasif dan jalan damai dengan ke fihak DRH untuk segera meninggalkan lokasi tanah yang dikuasai secara tidak sah tersebut karena masuk dalam HGB PT Krama Yudha Sapta.
Namun DRH dengan berbagai dalih menolak meninggalkan tanah HGB PT Krama Yudha Sapta dengan berbagai alasan. PT Krama Yudha Sapta melakukan upaya hukum di terkait penyerobotan lahan secara tidak sah oleh DRH dengan membuat laporan ke Polres Pangkal Pinang berdasarkan bukti Dokumen HGB atas nama PT Krama Yudha Sapta.
“Saat ini berdasarkan informasi dari sumber di Polres Pangkal Pinang akan di lakukan gelar perkara untuk perkara tersebut lanjut ke tingkat penyidikan dan penetapan tersangka kepada DRH cs.”, papar Bony Balitong Koordinator K MAKI.
“Polres Pangkal Pinang sebaiknya bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku dan segera melakukan gelar Perkara terkait penyerobotan lahan PT Krama Yudha Sapta karena DRH telah berlaku dan bertindak menjadi mafia tanah”, ungkap Bony Balitong.
“Mudah – mudahan perkara ini dapat diselesaikan dengan secara musyawarah dan mufakat agar tidak berdampak hukum bagi DRH”, kata Bony Balitong.
“DRH sebaiknya meninggalkan lokasi tanah tersebut karena statusnya milik PT Krama Yudha Sapta”, kata Bony Balitong.
“Kalaupun ingin tetap mengusahakan tambak udang di lahan PT Krama Yudha Sapta maka baiknya melakukan negoisasi agar tetap bisa melanjutkan usaha tambak udang di lahan PT Krama Yudha Sapta”, ujar Bony Balitong.
“Proses hukum tidak bisa di hentikan walaupun ada intervensi dari fihak tertentu karena unsur Perbuatan Melawan Hukum sudah jelas terbukti”, jelas Bony Balitong.
“Kecuali DRH melakukan negoisasi ke PT Krama Yudha Sapta terkait penguasaan secara tidak sah tersebut dan memohon ke PT Krama Yudha Sapta agar tetap melakukan usaha tambak udang di lahan HGB PT Krama Yudha Sapta dengan konsekuensi mengakui lahan tersebut milik PT Krama Yudha Sapta serta menyewa lahan tersebut bila di setujui oleh PT Krama Yudha Sapta”, pungkas Bony Balitong.