Sumsel//Linksumsel-17 (tujuh belas) rekomendasi Gakum KLHK dan kehutanann menutup pelabuhan atau dermaga milik PT RMK menjadi isue sentral kerusakan lingkungan hidup di Sumatera Selatan,” Kamis 12/10/23
Raport merah PT RMK terkait kerusakkan lingkungan yang di rubah menjadi raport biru oleh Dinas terkait di lingkungan Pemprov Sumsel harusnya tidak boleh terjadinya.
“Adalah kabupaten Muara Enim dan BBWSS VIII stick holder wilayah sungai dan wilayah operasi Dermaga PT RMK di tepi sungai Balido Kabupaten Muara Enim”, papar Bony Al baalitong.
“Aspek lingkungan, pajak daerah dan kepentingan masyarakat harusnya menjadi pertimbangan berdasarkan aturan perundangan untuk kelayakan operasional dermaga tersebut”, ucap Bony Balitong.
“Analisiis konsultan lingkungan, Perda pajak daerah, RTRW, alih pungsi DAS menjadi dermaga batubara, instalasi pengelolaan limbah dan izin menggunakan jalan akses daerah menjadi satu kesatuan dalam pemberian izin operasional dermaga”, kata Bony Balitong.
“Kabupaten Muara Enim selaku pemangku wilayah dan terdampak operasional dermaga RMK dan Fortune seolah hanya menjadi penonton dan korban pemerkosaan oleh operasional dermaga yang merusak lingkungan”, ulas Bony Balitong.
“Dermaga yang punya kapasitas 10 juta ton per tahun dan menggunakakn 600 kl solar industri tersebut harusnya memberikan PAD minimal Rp. 50 milyar tersebut per tahun berupa pajak daerah seakan menjadi penguasa di atas penguasa karena diduga campur tangan oknum pemerintah Daerah Sumsel”, ucap Bony ber api – api.
“Kerusakan ekosistem sungai dan debu batubara yang di dapat oleh Pemkab dan Masayarakat Muara Enim dengan adanya perubahan proper merah menjadi proper biru oleh instansi terkait”, papar Bony Balitong.
“Pemkab Muara Enim selaku pemilik wilayah dan terdampak harus hentikan operasional dermaga berdasarkan 17 rekomendasi Gakum KLHK dan Pemprov Sumsel harusnya mengedepankan kepentingan kabupaten Muara Enim”, pungkas Bony Balitong.