PALI//Linksumsel-Seringnya insiden armada angkutan batubara yang terguling di ruas jalan Simpang Raja – Rasau, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), menyebabkan banyak ceceran batubara di sisi jalan. Meski begitu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PALI terkesan “melempem” dan tidak tegas menyikapinya.
Terbukti dari publikasi media ini beberapa waktu lalu, yang menginformasikan potensi pencemaran lingkungan diakibatkan tumpukan batubara di beberapa titik, sepanjang jalan Simpang Raja – Rasau, hanya berakhir konfirmasi saja oleh DLH kepada pihak perusahaan. Endingnya, meski tumpukan batubara dibersihkan, tetapi tidak benar-benar clear and clean.
“Setelah kita lihat kembali pasca informasi yang sampai pada khalayak dan DLH PALI selaku leading sector, titik-titik yang terdapat tumpahan batubara dari angkutan, dibersihkan sekenanya saja. beberapa ditutup memakai dedauanan, agar tidak nampak. Tetapi hal ini masih berpotensi berdampak pada lingkungan,” cetus Adv. J. Sadewo, S.H., M.H., Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PALI, Sabtu (9/3/2024).
Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa perusahaan yang membawahi angkutan pertambangan di PALI, tidak benar-benar bertanggung jawab dan peduli dengan kelestarian lingkungan di sekitar operasional mereka. Selain itu, DLH PALI selaku pihak pemerintah yang punya kewenangan dalam hal ini, nampak lemah dan tidak tegas pada subjek yang menyebabkan potensi kerusakan lingkungan itu.
“Setiap perusahaan pertambangan diberi kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan. Memiliki kepedulian sosial yang kemudian dirangkai dalam program Corporate Social Responsibility (CSR). Artinya sudah jelas, bila ada indikasi pencemaran lingkungan oleh korporasi pertambangan, maka bisa dikategorikan pelanggaran hukum. Izin mereka bisa dicabut,” cetusnya, di dampingi Ketua Formas Busser, Rully Pabendra.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, terkait temuan batubara yang tumpah di sisi jalan ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PALI, Bakrin,A.Ma., mengatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan konfirmasi dengan pihak perusahaan. Selain itu, DLH PALI juga akan memverifikasi temuan ke lapangan.
“Terima kasih informasinya. Kami akan konfirmasi dengan pihak perusahaan. Dalam waktu dekat akan verifikasi lapangan,” singkatnya, ketika dikonfirmasi kabarpali.com, via Whatsapp, Senin (26/2/2024).
Meski begitu, berselang sepekan setelahnya, Kepala DLH PALI tidak lagi membalas pesan singkat media ini, yang follow up informasi tersebut. Bakrin hanya membisu ketika ditanyakan, bagaimana progress temuan di lapangan.
Untuk kita ketahui: dikutip dari artikel yang dipublis kumparan.com, eksploitasi batubara besar-besaran secara ekologis sangat merugikan karena mengancam kerusakan lingkungan, seperti pemanasan global, polusi udara, polusi tanah, dan juga kesehatan manusia.
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) bila berinteraksi dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi. Sehingga dapat membunuh ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitif terhadap perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif.
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibuang ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi, karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
Dampak lain, manusia yang menghirup udara yang mengandung partikel atau debu batubara secara berkelanjutan, dapat mempengaruhi masalah fungsi paru-paru seperti asma dan kesulitan bernapas. Mungkin saat ini masih belum terasa secara langsung, tetapi jika dianalisis jangka panjang tentu akan menjadi persoalan yang sangat mendesak.