Bupati PALI Diminta Evaluasi TPP Pejabat Birokrasi di Tengah Defisit Anggaran

PALI//Linksumsel-Di tengah bayang-bayang defisit anggaran yang tembus Rp. 500 miliar, Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan, masih menyalurkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dengan angka yang membuat publik terbelalak.

TPP Pejabat di lingkungan sekretariat daerah PALI yang tergolong sangat tinggi, Sekretaris Daerah menerima TPP sekitar Rp29 juta per bulan, Asisten dan Staf Ahli antara Rp16–18 juta, serta Kabag dan Kasubag di kisaran Rp10–14 juta. Pejabat fungsional kelas jabatan 9–13 memperoleh Rp10–16 juta.

Di Inspektorat PALI, kondisinya tak jauh berbeda. Inspektur Daerah mengantongi Rp25 juta, Sekretaris Inspektorat Rp17 juta, dan jajaran kasubbag hingga inspektur pembantu berkisar Rp8–16 juta.

TPP pejabat di lingkungan Pemkab PALI masih tergolong tinggi, serta pejabat struktural lainnya Rp. 8–16 juta. Sementara ASN dengan jabatan rendah hanya menerima Rp. 1,7–3 juta per bulan.

Bagi Aldi, pengamat kebijakan publik yang menyoroti APBD PALI, angka-angka itu sulit dicerna logika fiskal di tengah krisis keuangan.

“Meskipun TPP berbasis kinerja, membayarnya penuh ketika kas daerah megap-megap jelas tidak sehat,” ujar Aldi, jum’at (12/12/2025).

“Itu bukan sekadar soal kesejahteraan ASN, tapi cerminan arah kebijakan yang kehilangan keseimbangan.”

Ia menilai kebijakan fiskal PALI seperti menyiram taman sendiri saat sawah rakyat kekeringan. Di atas kertas, TPP memang legal dan sah, tapi dalam praktiknya, belanja pegawai menggerus ruang untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Menurutnya, prinsip keadilan fiskal semestinya tak hanya berpihak pada pegawai, tapi juga pada rakyat yang menanti pelayanan publik membaik.

Aldi mengingatkan, pemerintahan yang sehat adalah yang bekerja untuk rakyat, bukan untuk dirinya sendiri.

“Kalau belanja pegawai sudah melewati 50 persen dari total APBD, itu tanda bahaya bagi keuangan daerah. Rasio idealnya, belanja pegawai 30–35 persen, sementara belanja modal minimal 25–30 persen,” ujarnya.

Baca juga:  Kasus Korupsi Dana ADD DD Desa Purun Timur PALI Masuk Tahap Dua

Menurutnya, saat ini banyak daerah, termasuk PALI, masih terjebak dalam era fiskal nyaman, masa ketika dana transfer pusat melimpah dan kas daerah longgar. Kini, ketika transfer pusat berkurang hampir Rp. 500 miliar, kondisi berubah drastis.

“Daerah harus belajar hidup dari kemampuan sendiri. Belanja disesuaikan dengan kas, bukan sebaliknya,” tegasnya.

Ia menyebut Pemkab PALI harus berani merasionalisasi TPP dan memperketat anggaran berbasis kinerja (performance budgeting). Tanpa langkah itu, defisit akan terus menggunung, sementara pembangunan terancam stagnan.

Dalam pandangannya, langkah rasional bukanlah memangkas TPP secara membabi buta, tapi menyusun ulang prioritas fiskal. ASN tetap perlu dihargai, namun penghargaan itu mesti setara dengan kemampuan daerah.

“Kalau TPP lebih besar dari ruang napas APBD, yang sesak bukan hanya kas daerah, tapi juga pembangunan dan rakyat PALI,” katanya. (J/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!