Linksumsel//Jakarta-Nasib malang dialami Iriani, 39 tahun, warga Tanjung Seteko, Kecamatan Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Sebab suaminya Firulazi, 41 tahun, menjadi korban penangkapan sewenang-wenang dan melawan hukum tanpa peradilan (extra judicial killing) setelah ditangkap dan dirampas kemerdekaannya oleh puluhan aparat Polres Lampung Utara dibantu Polsek Indralaya.
Iriani mengeluhkan, suaminya Firulazi ditangkap tanpa surat penangkapan sesaat usai sholat magrib berjamaah di musala dekat rumahnya, 26 Januari 2023.
Ketika menerobos dan menangkap Firulazi tanpa bekal surat perintah penangkapan menjadingtagedi karena esok malamnya 27 Januari 2023, Firulazi dipulangkan sebagai mayat yang banyak luka, memar, bekas aniaya yang mengenaskan.
“Dipulangkan begitu saja tanpa surat kematian yang dibawa dengan mobil ambulans berlabel RSUD Riyacudu, Kota Bumi”.
“Kondisi mayat mengenaskan dan hanya dibungkus kantong mayat bertuliskan ‘Identifikasi Polisi’ tanpa surat kematian, tanpa kawalan aparat, tanpa petugas medis, hanya sopir dan temannya”, sebut Muhammad Joni didampingi Paisal Lubis dan Dziqirullah tim kuasa hukum Iriani kepada media, ( 13/06/2023 )
Dalam suratnya kepada Menko Polhukam, pengacara menguraikan fakta-fakta extra judicial killing yang diderita suami Iriani yang khusus ditujukan kepada Menko Polhukam Mahfud MD dengan surat nomor 74/B/J&T/VI/2023 tanggal 13 Juni 2023
Dengan surat pengaduan yang diantar langsung ke kantor Menko Polhukam Mahfud MD yang dikenal gesit dalam perlindungan hukum itu, kuasa hukum Iriani minta agar perlindungan hukum yang pasti dan adil atas tindakan extra judicial killing terhadap Firulazi yang meninggalkan 2 anak perempuan masih kecil yang membebani Iriani yang pernah mengadu nasib menjadi buruh migran di Malaysia.
Menurut Muhammad Joni, kuasa hukum Iriani, surat kepada Mahfud MD itu meminta agar kepastian hukum yang adil dan tidak lagi tertunda kepastian dan keadilan hukum.
Joni menegaskan agar Polda Lampung menetapkan Tersangka pelaku dan dalang kejahatan terbunuhnya Firulazi yang sudah terkatung-katung sejak Januari 2023.
Dalam suratnya, kuasa Iriani menjelaskan fakta yang diperoleh antara lain:
Terbunuhnya secara melawan hukum Firulazi, suami dari Iriani, yang diduga kuat dilakukan aparatur Polres Lampung Utara yang sebelumnya menangkap dan merampas kemerdekaan korban secara melawan hukum.
“Tidak ada tanggungjawab yang lain, hanya Polres Lampung Utara yang menangkap dan membawa Firulazi”, tegas Muhammad Joni dan Paisal Lubis.
Sebab, faktanya penangkapan tanpa surat-surat yang sah itu dilakukan oleh sekitar empat puluhan (40-an) petugas Polres Lampung Utara –yang dibantu aparatur Polsek Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
“Padahal tidak ada bukti permulaan cukup dan tanpa adanya perlawanan fisik apapun”, lanjut pengacara Iriani yang beekantor di kawasan Menteng, Jakarta.
“Penangkapan Firulazi nyata-nyata melanggar ketentuan KUHAP dan ketentuan HAM disaksikan jamaah sholat magrib sekitat Jam 18:00 WIB tanggal 26 Januati 2023 dari dalam musala dekat rumah korban”, jelas Joni.
Pada saat bersamaan petugas menggeledah rumah Firulazi dan membawa barang milik Iriani yakni dua telepon seluler tanpa surat-surat penggeledahan dan penyitaan yang sah sesuai KUHAP.
“Penangkapan dengan banyaknpolisinitu aneh, karena tanpa perlawana fisik, banyak saksinya dari jamaah sholat magrib termasuk saksi Yahya, saksi Haswani”, kata Joni.
Masih menurut surat kepada Menko Polhukam, nasib Firulazi tidak ada kabar lebkh 24 jam. Baru esoknya, Jumat, 27 Januari 2023 sekitar Jam 22:00 WIB mayat Firulazi dipulangkan dengan mobil ambulans bertuliskan “RSD Mayjend. HM. Ryacudu”, Kota Bumi, Lampung Utara.
“Hanya diantar supir ambulans dan seorang pembantunya, tanpa ada surat-surat resmi apapun, tidak ada surat keterangan kematian, surat jalan, ataupun Berita Acara dari Polres Lampung Utara maupun RSUD Ryacudu, dan tidak ada disertai petugas Polres Lampung Utara yang membawa Firulazi”, terang tim kuasa hukum Muhammad Joni, Paisal Lubis, Irwan Noviatra, M.Haikal Firzuni, dan Dziqirullah.
Dalam surat itu diungkapkan, setelah jenazah korban dimakamkan keesokan harinya Sabtu, 28 Januari 2023, keluarga korban didatangi beberapa petugas Polsek Indralaya dan AKP Suhaili yang mengaku Kasat Intel Polres Lampung Utara yang menemui Faturahman, kakak kandung korban dan Harmoko, Kepala Desa Tanjung Seteko.
Menurut Faturahman, maksud kedatangan AKP Suhaili menyampaikan dukacita dan memberikan bantuan uang duka sejumlah Rp 10.000.000.- dan Sembako. Namun tidak berarti damai.
“Keluarga ingin terbunuhnya Firulazi yang ditangkap tak sesuai KUHAP oleh puluhan aparat Polres Lampung Utara diusut tuntas demi keadilan”, kata Joni dan Faisal menirukan permintaan Faturahman.
Menurut advokat Muhammad Joni, perbuatan pembunuhan dengan kejam itu melanggar Pasal 338 Jo Pasal 351 KUHP, Pasal 17 Jo Pasal 18 KUHAP.
Juga, ketentuan bertengangan
Pasal 14 huruf i Jo Pasal Pasal 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Perbuatan itu juga melanggar Pasal 10 huruf C Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
Joni menambahkan lagi, perbuatan itu melanggar kepatuhan aparat polisi pada
Pasal 13 Ayat 1 huruf e Jo Pasal 15 huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Perbuatan tak manusiawi dan melanggar HAM itu juga mengangkangi kebijakan Kapolri ssbagaimana angka 11 Surat Telegram Nomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021.
Tentu saja perkara ini berdimensi luas bagi reputasi Polri karena melanggar instrumen HAM nasional dan internasional, termasuk Pasal 104 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 5 DUHAM, dan Pasal 6 Jo Pasal 7 International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik), Pasal 4 Jo Pasal 5 Jo Pasal 6 Pasal 9 Jo Pasal 11 Jo Pasal 12 Jo Pasal 13 Jo Pasal 14 Jo Pasal 16 Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia.
Atas peristiwa yang menimpa Firullazi, menurut Muhammad Joni pihaknya serius menindak lanjuti pelaporan sebelumnya kepada Polda Lampung (06 Februari 2023), Kompolnas (02 Februari 2023), Divisi Propam (03 Februari 2023), Komnas HAM (02 Februari 2023), LPSK (03 Februari 2023). Namun, ujar Joni, tidak ada titik terang siapa dalang dan pelaku yang bertanggungjawab, dan belum ada Tersangka, padahal peristiwa terjadi 27 Januari 2023.
Selanjutnya, tim kuasa
hukum Iriani mendesak dengan mengulang lagi pengaduan kepada Divisi Propam Polri (12 Mei 2023),
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (16 Mei 2023),
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (22 Mei 2023), Komisi Kepolisian Nasional RI (22 Mei 2023).
Atas pengaduan lanjutan itu, Polda Lampung memeriksa saksi-saksi. Gerak cepat dilakukan LPSK yang bertemu Iriani dan keluarga pada 30 Mei 2023 dan 4 Juni 2023.
Namun entah mengapa Polda Lampung belum menetapkan siapa Tersangka. Sebab itu, kuasa hukum Iriani mendesak agar tidak terjadi penundaan keadilan (delayed of justice) dan pengabaian keadilan (denied of justice).
“Jangan sampai tidak terungkap dalang dan pelakunya atau menjadi kasus impunitas”, tegas Paisal Lubis.
Untuk itulah, kuasa hukum Iriani minta Menko Polhukam agar Mahfud MD mengingatkan segera ujudkan kepastian hukum yang adil, termasuk restitusi, rehabilitasi, ganti rugi dan santunan yang absah menurut hukum dalam perkara extra judicial killing terhadap Firulazi
“Iriani dan keluarga mendesak agar segera penegakan hukum yang pasti dan adil, jangan sampai terjadi impunitas dan dikankanginya presisi keadilan hukum di negeri ini”, tuntas Muhammad Joni. (Reno/Iskadi/rls)