Palembang//Linksumsel-Rencana pemerintah melakukan substitusi LPG ke Dimetil Eter dengan memanfaatkan batubara sebagai bahan baku pembuatan Dimetil Eter patut didukung oleh segenap lapisan masyarakat. Proyek ini menyerap potensi batubara Indonesia dan menciptakan lapangan kerja serta mengurangi kapitalism yang mengeruk keuntungan tidak terbatas perut bumi NKRI.
Proyek coal to DME dilakukan oleh PT Bukit Asam yang bekerjasama dengan PT Pertamina dan Air Conduct di Tanjung Enim, Sumatera Selatan akan mengkonsumsi 6 juta ton batubara per tahun, dengan target produksi DME sebesar 1,4 juta ton per tahunnya.
Adapun biaya produksi DME terdiri atas tiga komponen biaya, yaitu harga bahan baku batubara, biaya pemrosesan (gasifikasi), dan biaya transportasi. Kendati begitu harga DME tak boleh melampaui harga LPG saat ini, tetapi juga tidak terlalu rendah.
Menanggapi rencana brilyan Pemerintah ini, Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MaKI) uraikan pendapatnya, “Patut didukung dalam pemerataan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia”, ucap Koordinator K MAKI Bony Balitong.
“Dengan harga gas LPG subsidi pada kisaran Rp. 5.000 per kg maka harga dimetil eter perton pada kisaran Rp. 5.000.000 per ton maka harga batubara domestik di tekan pada kisaran harga Rp. 900.000 per ton”, ungkap Bony Balitong.
“Perlu aturan yang ketat terkait DMO atau Domestic Market Obligation menjadi 50% dari produksi batubara swasta nasional”, kata Bony Balitong lebih lanjut.
“Efeck dari harga DMO ini adalah mencegah kerusakan lingkungan yg lebih parah karena tambang ilegal dan produksi yang jor – joran”, ucap Bony dengan tersenyum.
“Konglomerat dadakan akan berkurang dan tidak ada lagi ribut – ribut masalah IUP pertambangan karena pembatasan keuntungan”, pungkas Bony Balitong.