Palembang//Linksumsel-Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk usaha di luar pemanfaatan Kehutanan menjadi momok yang menakutkan bagi kawasan hutan hujan tropis Indonesia. Ratusan ribu hektare kawasan hutan di alih pungsikan menjadi HGU perkebunan sawit dan IUP minerba dan menjadi potensi kerusakan hutan secara masive dan terencana.
Menciptakan segelintir konglomerasi atau O,00002% dari jumlah penduduk yang menguasai 7O% harkat hidup dan kekayaan alam bumi pertiwi menurut Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K MAKI).
“Sekitar 100 orang orang dan negara asing kuasai isi perut dan tanah NKRI karena amandemen UUD 1945 yang membolehkan swasta nasional dan swasta asing kuasai tanah NKRI seluas – luasnya”, ujar Deputy K MAKI Feri Kurniawan.
“Menciptakan hutang negara dari sektor swasta, potensi pengemplangan pajak, potensi tindak pidana mega korupsi dan terciptanya mafia – mafia pajak, tanah, ilegal mining dan Mafia Sambo”, kata Feri Kurniawan lebih lanjut.
‘Terkhusus Sumatera Selatan dengan potensi mineral batubara dengan potensi yang terdeteksi lebih dari 4O milyar ton dan hamparan tanah subur maha luas menjadi primadona capitalism untuk berinvestasi “, ucap Koordinator K MAKI Bony Balitong.
“IPPKH menjadi sarana untuk mencaplok tanah ulayat pribumi dan potensi kerusakan lingkungan serta potensi tindak pidana korupsi dengan dengan kajian amdal yang diduga di modifikasi seolah layak untuk di pinjam pakai”, ujar Bony Balitong.
“Dishut Sumsel dan KLH fihak yang paling bertanggung jawab terkait kondisi hutan DAS Sumsel dan kondisi air sungai Musi serta anak Sungai”, papar Bony Balitong.
“Perlu audit investigative dari Auditor negara dan masyarakat yang perduli kelestarian lingkungan terkait penerbitan IPPKH yang di rekomendasikan oleh Dishut Sumsel”, ujar Bony Balitong.
“Kejaksaan Tinggi Sumsel dengan paradigma baru di tahun 2023 ini sebaiknya mengusut penerbitan IPPKH yang dikeluarkan atas Rekom Dishut Sumsel”, jelas Bony Balitong.
“Dari penerbitan Amdal Dinas KLH Sumsel kemudian Rantek atau rencana teknis serta luasan IPPKH dan terutama iuran yang disetor untuk perbaikan DAS sebagai bentuk kewajiban pengusaha”, pungkas Bony Balitong.