Sumsel/Linksumsel-Carut – marut BUMD Kota Palembang SP2J tidak terlepas dari bobroknya manajemen keuangan dan kinerja BUMD itu.
Hal ini di ungkap oleh Bony Balitong pengamat kebijakan publik dan juga Koordinator Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia. (K MAKI).
“Sistem manajemen keuangan Perusahaan berbasis Bisnis oriented harus mengacu kepada undang – undang Perseroan terbatas sebelum terbitnya PP 54 tahun 2017 lalu”, jelas Bony Balitong.
Selanjutnya Bony Balitong menyatakan, “Holding dalam hal ini SP2J tidak mencampuri keuangan anak usaha berdasarkan sistem manajemen perusahaan modern karena keuangan anak usaha berdiri sendiri”.
“Kalaupun Holding akan menggunakan dana dari anak perusahaan maka harus melalui peminjaman sehingga kas setara kas dan neraca anak perusahaan dapat di audit oleh akuntan publik dalam kapasitas pertanggung jawaban keuangan anak usaha”, ulas Bony Balitong.
“Kewajiban keuangan anak usaha seperti membayar pinjaman Bank, membayar gaji karyawan, membayar pajak, membayar biaya operasional dan maintenance dan lain – lain akan terhambat bila Holding menggunakan uang anak usaha”, kata Bony Balitong.
“PLPJ mempunyai hutang investasi sebesar Rp. 140 milyar untuk membeli pembangkit tenaga gas, membayar gas alam ke Pertamina EP, maintenance mesin pembangkit, membayar gaji karyawan dan lain – lain yang diharapkan dananya dari jual listrik ke PLN”, ujar Bony Balitong.
“Pemasukan uang dari jual listrik ke PLN sebesar Rp. 7 milyar per bulan lebih dari cukup untuk membayar semuanya dan mendapatkan pendapatan kotor sekitar Rp. 3 milyar per bulan”, ucap Bony Balitong.
“Namun anehnya sejak operasional tahun 2016 sampai saat ini, PLPJ baru membayar pinjaman Bank tahun 2020 dan menyisakan kridit tak terbayar Rp. 120 milyar serta hutang gas alam Rp. 48 milyar”, ujar Bony Balitong.
“Jadi Kemana uang sebesar Rp. 3 milyar per bulan kotor mengalir dan untuk apa”, pungkas Bony Balitong.