PALI//Linksumsel-Cerita pilu datang dari ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Sumatera Selatan 2025 di Sekayu. Sejumlah atlet basket asal Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) mengaku pulang dengan kondisi lapar dan kelelahan setelah bertanding membela daerah.
Kisah ini pertama kali diungkap oleh Fera Rieza, yang menulis curahan hati di media sosial. Dalam unggahannya, Fera menyoroti buruknya fasilitas dan perlakuan terhadap atlet basket PALI selama mengikuti Porprov.
“Jam 12 mau pulang ke PALI anak-anak tidak dikasih makan. Alhasil sampai PALI jam setengah 3 siang dengan perut kosong dan lapar,” tulis Fera.
Ia juga mengungkap bahwa selama di Sekayu, para atlet tidur di lantai beralas tikar, bahkan ada yang sampai tidur di depan kamar mandi karena tempat penginapan terlalu sempit.
Lebih lanjut, Fera menyebut uang saku yang dijanjikan Rp200 ribu per hari hanya diterima Rp100 ribu, dan baru dibagikan menjelang kepulangan.
“Sangat memprihatinkan. Mereka sudah berjuang, tapi tidak dihargai sama sekali,” tambahnya.
Unggahan tersebut pun memicu reaksi publik, terutama karena sebelumnya Bupati PALI sempat menyampaikan komitmen penuh untuk mendukung para atlet daerah yang berlaga di Porprov 2025.
KONI PALI: “Sudah Kami Serahkan ke Pengurus Cabor”
Menanggapi tudingan tersebut, Ketua KONI PALI, Firman Irpama, saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pihak KONI telah menyalurkan seluruh kebutuhan dan akomodasi kepada masing-masing cabang olahraga (cabor).
Menurutnya, dalam kasus tim basket, tanggung jawab teknis memang telah diserahkan kepada pengurus cabor yang bersangkutan.
“Benar, tapi diserahkan ke cabor yang bersangkutan karena di-transfer. Dari cabor meneruskan ke anak-anak (atlet),” ujar Firman saat dihubungi media ini.
Firman juga menjelaskan bahwa sejak awal KONI telah menawarkan bantuan untuk mengoordinasi langsung pelaksanaan kegiatan cabor basket, namun pengurus cabor basket menolak karena merasa mampu mengatur secara mandiri.
“Awalnya kami sudah tawarkan ke pengurus cabor untuk dikoordinir oleh KONI, tapi mereka menolak karena merasa bisa urus sendiri,” pungkasnya.
Publik Menanti Transparansi
Klarifikasi tersebut tak serta-merta meredam kekecewaan publik. Banyak pihak mendesak agar KONI PALI dan pengurus cabor membuka secara transparan aliran dana akomodasi dan uang saku atlet, untuk memastikan tidak ada penyimpangan.
Aldi Taher, aktivis pemerhati kebijakan publik turut menyoroti, kisah ini menjadi cermin lemahnya koordinasi dan pengawasan antara KONI dan pengurus cabang olahraga.
“Yang rugi selalu atlet. Mereka yang berkeringat, tapi akhirnya jadi korban sistem yang tidak tertata,” ujarnya.
Ia menambahkan Porprov sejatinya menjadi ajang kebanggaan daerah. Namun bagi para atlet basket PALI, ajang ini justru meninggalkan luka dan rasa kecewa mendalam. Mereka bukan hanya kalah di lapangan, tapi juga kalah dalam perhatian dari pihak yang seharusnya melindungi.
“Kejadian ini tidak hanya membuat malu Bupati dan Wakil Bupati PALI bahkan bagi masyarakat PALI secara keseluruhan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pengurus cabor dan dinas terkait belum terkonfirmasi. (j/red)