Palembang//Linksumsel-Badan Pemeriksa Keuangan sering kali membuat pernyataan yang terkesan mengeleminir dugaan korupsi dengan pernyataan pemborosan keuangan negara terkait anggaran yang kelebihan bayar.
Contohnya anggaran DPRD OKI yang dinyatakan KPK bahwa penetapan kenaikan tunjangan transportasi dan tunjangan perumahan anggota DPRD tidak sesuai ketentuan.
Mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp5.946.600.000,00 atas kenaikan besaran tunjangan transportasi dan perumahan anggota DPRD.
Padahal BPK menyatakan adanya kelemahan pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Pernyataan BPK ini untuk APBD OKI tahun 2021 terkait adanya penganggaran Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan Pembiayaan tidak memadai.
Akibat dari pemborosan keuangan daerah ini adalah hutang belanja kabupaten OKI membengkak.
Selain itu BPK menemukan belanja modal dan belanja hibah pada 18 OPD tidak tepat sebesar Rp 6.587.010.000,00, dari realisasi sebesar Rp100.969.962.744,52, dan realisasi belanja hibah sebesar Rp 45.000.000,00 yang tidak jelas substansinya.
Ada lagi temuan BPK terkait penganggaran dan pembayaran tahun 2021 untuk belanja tambahan penghasilan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 14.340.852.442,24, dan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp13.405.369.678,00.
Temuan lainnya menyatakan pembayaran belanja barang tidak sesuai ketentuan sebesar Rp2.311.516.033,00, yang mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sebesar Rp1.362.400.000,00. Selanjutnya kekurangan volume atas 48 paket pekerjaan belanja modal dan tujuh paket belanja pemeliharaan pada tiga OPD sebesar Rp7.523.694.779, 00, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp6.562.330.715.00, –
Melanjutkan temuannya BPK menyatakan pembangunan Jembatan Poros Mukti Jaya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tidak sesuai ketentuan, yang mengakibatkan Jembatan tidak bisa dimanfaatkan. BPK juga menyatakani nvestasi permanen dan penyertaan modal pada Perusahaan Daerah Bende Seguguk dan PDAM Tirta Agung belum memadai, yang mengakibatkan saldo Investasi Permanen-Penyertaan Modal pada PD Bende Seguguk sebesar Rp39.231.956.966,00 tidak diyakini kewajarannya.
Menanggapi audit BPK RI tahun buku APBD 2021 K MAKI angkat bicara, “kalau model pemeriksaan seperti ini maka tidak pernah ada potensi korupsi pada pemerintahan daerah”, jelas Deputy K MAKI Feri Kurniawan.
“Kelebihan bayar dinyatakan pemborosan keuangan daerah padahal penyusunan anggaran harus mematuhi peraturan perundangan dan pelanggaran aturan masuk dalam modus kejahatan manipulasi keuangan dan unsur perbuatan melawan hukum sudah terpenuhi”, papar Deputy K MAKI itu.
“Pembayaran belanja tidak sesuai ketentuan juga sudah masuk dalam kategori Perbuatan Melawan Hukum dan belanja tidak tepat sasaran semua adalah unsur perbuatan melawan hukum karena melanggar aturan perundangan”, ungkap Feri Kurniawan.
“Kalau semua perbuatan melanggar aturan perundangan bukan perbuatan melawan hukum maka Kuh Pidana baiknya di revisi kembali karena maling ayam serta pengguna narkoba bisa di maafkan karena khilaf dan tanpa sadar”, ujar Feri Kurniawan.
“Dan pemeriksaan keuangan harusnya pada batasan pembuktian benar atau tidak bukti dokumen pengeluaran serta pemeriksan di kantor BPK perwakilan bukan di jemput bola yang berpotensi negoisasi”, kata Feri dengan nada keras.
“Masak auditor sampai keluarkan pendapat kurang volume dan tidak sesuai aturan perundangan yang bukan ranah pemeriksaan keuangan”, ujar Feri Kurniawan.
“Buktikan saja benar atau tidak uang yang keluar dan bekerjasama dengan BPKP terkait aturan perundangan dan jasa konsultan terkait kegiatan barang jasa”, papar Feri Kurniawan.
“Kalau ada aturan yang di langgar maka perintahkan segara pengembalian dalam waktu 30 hari serta bila ada kekurangan volume maka masuk ranah tipikor karena sudah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum”, pungkas Feri Kurniawan.