PALI//Linksumsel-Komitmen Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) bersama DPRD untuk menjaga lingkungan patut diapresiasi. Melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib dan Perlindungan Umum, larangan membuang sampah sembarangan kini telah memiliki dasar hukum yang kuat.
Perda ini secara eksplisit melarang warga membuang sampah ke saluran air, sungai, dan danau wilayah vital yang menjadi sumber kehidupan masyarakat dan habitat alami berbagai ekosistem air tawar. Namun di balik semangat hukumnya yang tegas, muncul pertanyaan besar ditengah masyarakat PALI. Larangan diberlakukan, sementara solusi tempat pembuangan sampah dan infrastruktur pendudukung lainnya bagaimana?
Belum ada solusi yang bisa menjawab kebingungan dengan aturan tersebut. Masyarakat tidak menolak larangan, tetapi mempertanyakan langkah nyata pemerintah dalam menyediakan fasilitas tempat pembuangan sampah yang memadai di penjuru wilayah Kabupaten PALI.
“Larangan itu bagus, tapi coba lihat kondisi di desa, tidak ada tempat buang sampah resmi. Kalau dibuang ke kebun, nanti dimarahi. Dibuang ke sungai, kena Perda. Tapi tempat buangnya di mana?” keluh salah satu warga.
Kondisi ini seakan mencerminkan kegagalan sistemik pemerintah dalam menciptakan infrastruktur pendukung yang seharusnya menjadi pondasi dari penegakan Perda.
Ironi lain yang mencolok adalah keberadaan beberapa tempat pengolahan sampah seperti TPS3R yang justru terbengkalai dan tidak berfungsi. Sebagian di antaranya kini hanya tinggal bangunan kosong yang dikelilingi semak belukar.
Kondisi TPS3R yang terbengkalai ini mempertegas bahwa Perda hanya berdiri sendiri tanpa sistem pendukung yang berkelanjutan.
Aktivis lingkungan PALI, Aldi Taher, menilai kebijakan ini tak seimbang. Pemerintah terlalu cepat memberlakukan aturan sanksi, namun lamban dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang berfungsi.
“Adanya Perda sudah sangat bagus. Tapi mari bicara adil. Jangan larang rakyat buang sampah jika TPS dan TPA-nya tidak disediakan. Perda ini berpotensi jadi alat penindasan, bukan solusi lingkungan,” kata Aldi.
Ia menambahkan, pemerintah daerah diharapkan dapat memberkan solusi seperti membangun atau merevitalisasi TPS di tiap desa., menyiapkan TPA regional yang sesuai standar, menyediakan armada dan jadwal angkut sampah rutin, serta melakukan edukasi pemilahan dan daur ulang.
Kabupaten PALI dikenal memiliki kekayaan sungai, danau, rawa, dan kawasan air payau yang dahulu menjadi penghasil ikan air tawar lokal. Namun pencemaran akibat sampah kini mengancam keberlangsungan ekosistem tersebut.
Perda Nomor 1 Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum perubahan. Tapi perubahan tidak cukup hanya dengan hukum di atas kertas. Harus ada langkah nyata, sistem yang hidup, dan fasilitas yang hadir.
Belum ada penjelasan resmi Pemerintah Kabupaten PALI maupun Pihak Dinas Lingkungan Hidup. (J/red)