Palembang//Linksumsel-Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi kegiatan fiktif di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, (29/10/25).
Dua terdakwa Brisvo Diansyah, mantan Plt Kepala Disperindag PALI, dan Mustahzi Basyir, Direktur CV Restu Bumi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Keduanya dituduh membuat kegiatan pelatihan fiktif yang menyebabkan kerugian keuangan negara miliaran rupiah.
Namun, di tengah proses hukum yang belum rampung itu, BPKP Sumatera Selatan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2025 kembali mengungkap praktik serupa di tubuh Disperindag PALI. Temuan auditor negara itu, menyebut adanya dugaan kegiatan pelatihan fiktif pada tahun anggaran 2024 dengan anggaran Rp 2,7 Miliar berpotensi rugikan negara Rp. 964.603.123,00.
BPK mengurai sejumlah fakta yang memperlihatkan pola penyimpangan berulang.
Pembayaran belanja pelatihan dan pengadaan barang dilakukan melalui rekening empat perusahaan, yakni CV RB, CV GWK, CV PGM, dan CV RPS.
Dana yang ditransfer ke rekening tersebut kemudian ditarik tunai dan diserahkan kembali kepada Plt Kepala Dinas atau Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPKT), dengan fee 5 persen untuk perusahaan sebagai komisi penggunaan rekening.
Dalam laporan BPK, keempat perusahaan itu mengakui bahwa rekening mereka hanya “dipinjam” oleh Plt Kepala Dinas untuk proses pencairan dana.
BPK juga menemukan bahwa kegiatan pelatihan tidak dilaksanakan oleh perusahaan, melainkan langsung oleh Dinas Perindag PALI tanpa mekanisme kontrak yang sah.
Dari hasil pemeriksaan, Plt Kepala Dinas mengakui menerima uang tunai dari perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagian digunakan untuk pembelian bahan pelatihan, sementara sisanya senilai Rp. 973,8 juta diterima langsung oleh Plt Kepala Dinas. Meski telah dikembalikan Rp9,25 juta ke Kas Daerah pada 20 Mei 2025, masih terdapat sisa dana Rp964,6 juta yang belum dikembalikan.
Menurut laporan BPK, temuan tersebut dinilai melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terutama Pasal 121 ayat (2) dan Pasal 141 ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti sah dan benar secara material.
Akibatnya, terjadi kelebihan pembayaran Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp. 964.603.123,00 yang belum dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam laporan keuangan 2024, Pemerintah Kabupaten PALI mencatat realisasi belanja Disperindag mencapai Rp565,4 miliar atau 90,99 persen dari total anggaran.
Sebagian di antaranya digunakan untuk kegiatan pelatihan industri kecil dengan nilai total Rp2,74 miliar melalui mekanisme Tambah Uang (TU).
Namun, hasil audit menunjukkan adanya selisih pertanggungjawaban belanja hingga Rp973,8 juta.
Dari sembilan kegiatan pelatihan seperti rajut, songket, jumputan, anyaman pandan, kerajinan kayu, menjahit, batik, hingga pewarnaan alam — sebagian besar tidak memiliki bukti pelaksanaan yang sah, atau bukti pengeluaran yang tidak sesuai nilai sebenarnya.
Rincian BPK menunjukkan bahwa dari total SPJ senilai Rp1,46 miliar, nilai bukti sebenarnya hanya Rp326 juta, dengan selisih Rp973 juta. Temuan ini memperkuat indikasi bahwa mekanisme pelaksanaan kegiatan pelatihan pada Disperindag PALI tahun 2024 bersifat fiktif.
Temuan BPK ini menambah daftar panjang persoalan integritas pengelolaan anggaran di Dinas Perindag PALI. Sebelumnya, dalam kasus tahun anggaran 2023 yang kini disidangkan, yang menjerat dua nama Brisvo Diansyah dan Mustahzi Basyir.
Kini, hasil audit BPK menunjukkan bahwa modifikasi modus dan pola pencairan berulang kembali dalam tahun anggaran berikutnya. (J/red)
Link Sumsel Sumber Informasi Independen