Swasembada Pangan PALI Dinilai Seremonial: Pupuk Tak Tepat, Alsintan Raib Tanpa Jejak?

PALI//Linksumsel-Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menggelontorkan anggaran jumbo senilai lebih dari Rp 40,1 miliar dalam APBD 2025 untuk mendukung sektor pertanian, khususnya pengadaan pupuk dan alat mesin pertanian (alsintan).

Namun sayangnya, alokasi dana fantastis tersebut dinilai jauh dari harapan petani di lapangan. Program yang digadang-gadang mampu menopang swasembada pangan lokal, justru menyisakan ironi dan pertanyaan besar.

Dari penelusuran, anggaran senilai Rp 40 miliar lebih, mengacu pada data yang tersebar dalam tujuh kegiatan utama secara rinci;
(1). Jasa Konsultan Penyusunan Peta Kawasan Pertanian Rp. 99.900.000
(2). Pupuk Organik Granul Rp. 14.697.880.000
(3). Drum Silase Rp. 199.650.000
(4). Bibit Karet Unggul Rp. 1.497.750.000
(5). Pupuk Organik Tepung/Remah Rp.6.997.900.000
(6). Pupuk TSP/SP (Fosfat Sulfur) Rp 6.995.941.550
(7). Pupuk Organik Cair Rp. 9.645.899.200.

Program pengadaan yang tercantum dalam dokumen anggaran, tidak dilengkapi data rinci yang menjadi dasar logis penyusunan anggaran, berapa volume pupuk yang dibutuhkan untuk berapa hektar lahan, dan berapa target produksi per hektar.

“Bagaimana kami bisa berharap panen maksimal kalau pupuk saja tidak tahu pasti jatahnya pupuk apa saja dan berapa banyak? Kami tidak pernah diberi informasi detail,” ujar salah satu petani sawah di Kecamatan Abab yang enggan disebutkan namanya tersebut.

Tidak hanya itu, hingga pertengahan tahun 2025, data luasan tanam dan target produksi yang seharusnya menjadi indikator utama dalam perencanaan swasembada pangan masih sebatas wacana. Tidak dijelaskan oleh Kepala Dinas Pertanian PALI, Ahamd Joni saat dikonfirmasi terkait berapa hektar lahan sawah, jagung, dan hortikultura yang menjadi sasaran, serta berapa volume pupuk yang menelan dana fantastis Rp. 40 miliar lebih tersebut.

Baca juga:  BBM Naik, Pekerja Kuli Tinta Berharap Advertorial Ikut Naik

“Kegiatan pupuk tahun 2025 masih berproses dan berjalan, prosedur pemakaian pupuk sesuai dengan jenis tanaman, ” katanya.

Tak kalah miris, sejumlah alat dan mesin pertanian (alsintan) seperti traktor Jho Deere yang semestinya mendukung efisiensi pengelolaan lahan, diduga raib tanpa kejelasan. Salah satu anggota kelompok tani mengaku tidak lagi melihat keberadaan alsintan yang sebelumnya pernah didistribusikan.

“Dulu katanya jhonderee disalurkan, tapi kami tidak tahu keberadaannya. Pernah ada pemeriksaan alat itu dikondisikan lagi, padahal kabarnya sudah dijual,” keluh salah satu petani di wilayah Abab.

Ia berharap, Pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan inspektorat melakukan pendataan, audit secara komprehensif serta penarikan sementara terhadap alsintan kelompok tani, untuk diinventarisasi ulang.

“Supaya jelas aset aset alat pertanian, jangan duduk bae di kantor. Chek langsung ke lapangan, kondisi lahan, penyaluran pupuk, alat alat dimana,” katanya.

Isu hilangnya alsintan ini memperkuat dugaan bahwa tidak ada sistem monitoring dan audit aset yang memadai. Padahal, keberadaan alsintan sangat vital untuk menjawab tantangan efisiensi dan percepatan tanam di tengah keterbatasan tenaga kerja pertanian.

Jika ditelusuri lebih dalam, lemahnya basis data menjadi akar masalah utama dari amburadulnya program pertanian ini. Tidak ada integrasi data antara kebutuhan petani, luasan lahan produktif, jenis komoditas, volume pupuk, dan proyeksi panen. Semua berjalan seperti proyek instan yang tidak menyentuh kebutuhan riil lapangan.

Pengamat pertanian Kabupaten PALI yang turut dimintai pendapat mengatakan pengadaan pupuk sama halnya dengan investasi jangka panjang untuk kehidupan para petani, apalagi anggaran yang digelontorkan sangat besar.

“Anggaran besar tidak akan berdampak jika tidak ada pemetaan kebutuhan berbasis data. Pupuk bukan hanya sebatas distribusi, ini investasi jangka panjang untuk kehidupan petani, apalagi anggaran puluhan miliar digelontorkan harus memiliki target proyeksi panen. Begitu juga alsintan, harus ada pendataan dan pengawasan aset secara komprehensif.” ujarnya.

Baca juga:  SMP N 4 Abab PALI Keluhkan Minimnya Fasilitas Ruang Belajar

Ia menambahkan, dengan kondisi semacam ini, wacana swasembada pangan di PALI hanya sebatas slogan dan seremoni semata. Program yang mestinya menjawab krisis produksi dan ketahanan pangan lokal justru memperlihatkan lemahnya tata kelola pertanian, minim transparansi, serta nyaris tanpa akuntabilitas.

Masyarakat dan pegiat pertanian mulai mempertanyakan ke mana arah pembangunan pertanian PALI jika fondasinya adalah data kosong, distribusi tidak merata, dan aset negara menguap tanpa jejak.

Tanpa transparansi dan perencanaan berbasis data, anggaran puluhan miliaran rupiah hanya di ilusi bak membakar kertas. Sementara petani tetap berkutat dengan pupuk mahal, alat pertanian yang tak kunjung datang, dan hasil panen yang tak sesuai harapan.

Sementara itu, Fery Kurniawan Deputi Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia K MAKI saat di hubungi media ini mengungkapkan, Ini uang negara, Jangan sampai ini menjadi ajang kelompok tertentu melakukan penyimpangan memperkaya diri sendri.

“Ini harus diungkap dan di telusuri oleh inspektorat Kabupaten dan dilaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH), yang bisa saja terjadi penyimpangan anggaran ,” tegas Feri. (j.red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *