PALI//Linksumsel-Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) merupakan wilayah pemecahan Kabupaten Muara Enim berdasarkan Undang – undang No. 7 Tahun 2013
tantang Pembentukan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) di Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam Pasal 3 undang – undang No. 3 ayat (1), Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) berasal dari
sebagian wilayah Kabupaten Muara Enim yang terdiri atas
cakupan wilayah :
a. Kecamatan Talang Ubi;
b. Kecamatan Penukal Utara;
c. Kecamatan Penukal;
d. Kecamatan Abab; dan
e. Kecamatan Tanah Abang.
Kemudian pada Pasal 6
ayat (1), Dengan terbentuknya Kabupaten Penukal Abab Lematang
Ilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menetapkan rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Selanjutnya pada pasal 14
ayat (1), Bupati Muara Enim bersama Penjabat Bupati Penukal
Abab Lematang Ilir mengatur dan melaksanakan Pemindahan personel, penyerahan aset, serta dokumen
kepada Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang
Ilir (PALI) sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Muara Enim dan Bupati Muara Enim.
Kemudian pada ayat (3), Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
pelantikan Penjabat Bupati Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Menjadi polemik yang diduga belum terselesaikan hingga saat ini adalah penyerahan asset dan dokumen oleh Pemkab. Muara Enim ke Pemkab Pali terkait Izin HGU dan Izin IUP pertambangan yang berada di wilayah administratif Penukal Abab Lematang Ilir.
Selaku wilayah adminstratif yang sudah terpisah dengan Kabupaten Induk Muara Enim tersebut, sudah seharusnya semua asset dan dokumen di wilayah Pali diserahkan ke Pemerintahan Kabupaten Pali karena terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pendapatan bagi hasil dan pajak daerah.
Pemilik IUP dan HGU yang berada di wilayah Pali, setelah penyerahan dokumen oleh Pemkab Muara Enim ke Pemkab Pali setelah 3 tahun pengesahan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pali, melakukan ratifikasi dokumen dan pemetaan serta pengukuran tapal batas wilayah Izin HGU dan Izin IUP berdasarkan Peta wilayah Kabupaten Pali dan berdasarkan RT/RW Kabupaten Pali.
Pentingnya ratifikasi dokumen IUP dan HGU karena dana bagi hasil tergantung pajak dari penjualan hasil perkebunan dan pajak eksploitasi tambang serta pajak daerah berupa PBB dan BPHTB yang di pungut oleh Bapenda Kabupaten Pali serta iuran – iuran lainnya berdasarkan Perda Kabupaten Pali.
Salah satu masalah yang terpendam saat ini dan kemudian pada puncaknya adalah gejolak di masyarakat terkait masalah lahan adalah tuntutan masyarakat kepada pemilik HGU yang diduga menduduki, menguasai, menyerobot dan memanfaatkan lahan masyarakat secara tidak sah.
Masalah yang muncul saat ini antara masyarakat dan PT Surya Bumi Agro Langgeng (PT SBAL) terkait status lahan yang di usahakan PT SBAL.
PT SBAL pada awalnya beroperasi di wilayah Kabupaten Muara Enim sebelum pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Setelah DOB PALI disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia status wilayah HGU PT Surya Bumi Agro Lestari Langgeng (PT SBAL) berpindah di wilayah Kabupaten PALI.
PT SBAL menjadi sorotan media dan para pegiat anti korupsi karena diduga menduduki lahan di luar izin HGU dan bersengketa dengan masyarakat yang mengklaim pemilik lahan yang di serobot PT SBAL.
Adalah masyarakat Desa Benuang dan Desa Beruge Darat Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) memprotes dugaan penyerobotan lahan yang diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan PT. Suryabumi Agro langgeng (PT SBAL).
Undang – undang No. 39 tahun 2014
tentang perkebunan pada pasal 12, dalam hal tanah di perlukan untuk usaha perkebunan merupakan tanah hak ulayat, tanah hak hukum adat pelaku usaha harus bermusyawarah dengan masyarakat adat mengenai penyerahan tanah dan imbalannya, menjadi pertanyaan apakah sudah di lakukan oleh pelaku usaha kebun PT SBAL ke masyarakat adat Benuang dan adat Beruge terkait penyerahan tanah dan imbalannya.
Undang – undang No. 39 pasal 55,
Setiap Orang secara tidak sah dilarang:
(a).menguasai mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau Lahan perkebunan.(b).menguasai
mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau masyarakat
Tanah masyarakat atau Tanah hak ulayat untuk usaha Perkebunan.
Kemudian pada pasal 107,
Setiap Orang secara tidak sah yang :
(a). mengerjakan, menguasai
menggunakan, menduduki, dan/atau Lahan perkebunan.(b). mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan.(c). melalukan penebangan tanaman Perkebunan; atau (d). memanen dan/atau memungut Hasil perkebunan, sebagaimana dimaksud. dalam pasal 55, dipidana dengan Pidana. penjara paling lama 4 (empat) dan denda paling banyak Rp. 4.000.000.000.
Demikian juga untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara harus melakukan pengukuran ulang lahan untuk eksploitasi tambang setelah perubahan status wilayah Pemerintahan adminstratif Muara Enim ke Pemerintahan administratif Penukal Abab Lematang Ilir.
Pelaku usaha pertambangan yang melakukan eksploitasi pertambangan melebihi luasan izin IUP dan di luar areal IUP dapat di pidana berdasarkan undang – undang pertambangan No. 3 tahun 2020. Pasal 35 ayat (1), Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. Ayat (2), Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian: a. nomor induk berusaha;
b. sertifikat standar; dan/atau
c. izin.
(3) lzin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. IUP;
b. IUPK;
c. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian;
d. IPR;
e. SIPB;
f. izin penugasan;
g. Izin Pengangkutan dan Penjualan;
h. IUJP; dan
i. IUP untuk Penjualan.
Pasal-Pasal Pidana pada UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU 4 Th 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi : Menambang Tanpa Izin Pasal 158 yang berbunyi Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Menyampaikan Laporan Tidak Benar atau Keterangan Palsu pada pasal 159 berbunyi sebagai berikut:
Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Melakukan Kegiatan Operasi Produksi pada tahap kegiatan Eksplorasi Pasal 160 ayat (2) Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda palig banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/ atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang Pasal 161 berbunyi sebagai berikut :
Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Memindahtangankan izin Pasal 161A dan Pasal 161B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Setiap pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindahtangankan IUP, IUPK, IPR, atau SIPB sebagaimana dimaksud Pasal 70A, Pasal 86G huruf a, dan Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pindana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.00O,00 (lima miliar rupiah).
Tidak Melaksanakan Reklamasi dan Pasca tambang dan tidak Menempatkan Jaminan Reklamasi dan/atau Pascatm tambang Pasal 161B ayat (1) Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan:
a. Reklamasi dan/atau Pasca tambang; dan/atau
b. penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pasca tambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Ayat (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi dan/atau Pasca tambang yang menjadi kewajibannya.
Yang paling krusial dan merugikan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) hingga ratusan milyar rupiah sejak menjadi Daerah Otonomi Baru adalah pengemplangan pajak yang di lakukan oleh pelaku usaha perkebunan dan pelaku usaha pertambangan yang berakibat berkurangnya dana bagi hasil pertambangan dan perkebunan.
Pengemplangan pajak diduga terjadi karena luasan wilayah perkebunan dan eksploitasi pertambangan melebihi izin HGU dan IUP sehingga tidak masuk dalam PKP wajib pajak.
Kami berharap DPRD Pali periode 2024 – 2029 dan Pemerintah Daerah Kabupaten Pali melakukan Inventarisir dokumen dan asset daerah terkait IUP dan HGU agar pendapatan daerah Kabupaten Pali sesuai dengan hasil tambang dan perkebunan yang berada di wilayah administratif Pali.
Tidak lupa terkait lokasi perkebunan seluas 401 hektare yang masih di kuasai oleh Perusda Muara Enim di wilayah Pali kami berharap agar segera di lakukan pengukuran tapal batas dengan Badan Pertanahan Negara untuk perubahan status kepemilikan berdasarkan DOB Kabupaten Pali tahun 2013.
Demikian diungkapkan serta dijelaskan oleh Defuty di damping Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (K-MAKI) Provinsi Sumsel Ir Feri Kurniawan dan Boni Belitong, dengan media ini, menjelaskan, bahwa K-MAKI akan menjelaskan kepada pihak DPRD PALI dalam memenuhi undangan rapat di DPRD Pali,pada Senin besok (18/11/2024).(**j)