Alat Berat Proyek Bebas Melintas di Jalan Raya Negara, Apakah Ada Sanksinya.?

Muara Enim//Linksumsel-Jalan negara merupakan jalan transprotasi untuk umum, namun, bukan berarti bebas untuk semuanya.

Terlebih lagi terdapat sebuah alat berat yang menggunakan jalan negara tersebut, bisa saja merusak ruas jalan, maka dalam peraturan dapat disanksi pidana.

Hal tersebut, tentunya perlu adanya sosialisasi ke masyarakat maupun kepada pihak perusahaan, dimana setiap jalan terdapat kerusakan akibat aktivitas alat berat melintas jalan umum milik negara tersebut maka sanksinya pidana.

Adapun alat berat yang angkut termasuk angkutan barang khusus sesuai dengan pasal 160 undang- undang Lalulintas dan angkutan jalan Dimana Pasal ayat 162 ayat 1 undang -undang Lalulintas dan angkutan jalan menyatakan bahwa kendaraan bermotor yang menyangkut barang khusus wajib, memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut.

Namun, disisi lain justru tidak dengan alat berat jenis Rolling yang mana terpantau bebas melintas dijalan umum negara kawasan Gelumbang Kabupaten Muara Enim, pada Selasa (07/01/2025). Alat berat jenis Rolling tersebut patut diduga kuat dapat merusak ruas jalan raya negara tersebut, karena hakekatnya dilarang untuk menurunkan alat berat pada ruas jalan dengan perkerasan aspal dan rigid tanpa diberikan alas terlebih dahulu yang dapat menyebabkan kerusakan atau gangguan fungsi jalan.

Patut diduga alat berat yang diturunkan melalui jalan negara dari perusahan tersebut dapat melanggar terhadap ketentuan dan dapat diberikan sanksi sesuai pasal 274 ayat 1 undang -undang lalu dan angkutan jalan, yaitu pidana dan denda.

“Kata operator alat berat jenis Rolling tersebut dari Patra Tani Muara Belida menuju Paving Plan milik Pak Robi yang ada di Karang Endah Selatan,”ujar Warga Gelumbang inisial RBT.(07/01/2025).

Dikatakannya, bahwa alat berat jenis Rolling tersebut dari aktivitas operasi proyek diwilayah Kecamatan Muara Belida yang menuju Karang Endah Selatan Kecamatan Gelumbang tersebut, harus melalui jalan negara terlebih dahulu, yang kurang lebih puluhan kilo meter hingga sampai kelokasi.

Baca juga:  Tersangka kasus Pembunuhan Berencana di Pintu TOL Keramasan, Polisi Jerat Dengan Pasal Berlapis

“Tentunya ini diharapkan jadi perhatian pihak yang dianggap terkait Karena kami anggap ini sudah melanggar dan dapat dipastikan ruas jalan aspal tersebut mengalami kerusakan, namun, yang menjadi miris kita, sepertinya alat berat tersebut mulus melenggang,”tutup RBT warga Gelumbang tersebut (07/01).

Sementara itu, dikutip dari Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pendapat yang dibacakan Hakim konstitusi W. Adams, Mahkamah menilai bagian Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ, telah memunculkan norma hukum yang seolah-olah nyata (norma hukum bayangan ) yang mengharuskan alat berat untuk memenuhi syarat-syarat teknis dan administrasi sebagaimana syarat yang diharuskan bagi kendaraan bermotor pada umumnya, yang dioperasikan dijalan raya.

Padahal, lanjut W Adams, meskipun sama-sama berpenggerak motor ,alat berat memiliki perbedaan teknis yang sangat mendasar dibandingkan dengan kendaraan bermotor lain yang dipergunakan dijalan raya sebagai sarana transportasi. Alat berat secara khusus didesain bukan untuk transportasi melainkan untuk melakukan pekerjaan berskala besar dengan mobilitas relatif rendah.

“Penggolongan atau penyamaan perlakuan terhadap alat berat dengan kendaraan bermotor pada umumnya, menurut Mahkamah, menimbulkan kerugian bagi para Pemohon ketika alat berat yang notabene bukan merupakan modal transportasi namun diwajibkan untuk memenuhi persyaratan yang diperuntukkan bagi modal transportasi dimaksud,” jelasnya.

Mahkamah, jelas Wahiduddin, juga menggarisbawahi dalam kaitannya dengan pengoperasian di jalan raya, alat berat juga memiliki perbedaan signifikan dengan kendaraan bermotor moda transportasi. Pada umumnya alat berat tidak didesain untuk melakukan perjalanan/perpindahan tempat oleh dirinya sendiri. Alat berat yang mampu melakukan perpindahan mandiri (berpindah tempat oleh kemampuan geraknya sendiri) pun memiliki batas kecepatan dan jarak tempuh yang sangat terbatas.

“Tentu hal ini menambah derajat perbedaan antara alat berat dengan kendaraan bermotor moda transportasi yang memang penggeraknya didesain demi mobilitas tinggi, yaitu berpindah dengan cepat dan jarak tempuh jauh,” terangnya.

Baca juga:  Penuh Suka cita, 3 Orang Warga Binaan Lapas Muara Enim Peroleh Remisi Khusus Natal 2023

Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah menilai alat berat adalah kendaraan dan/atau peralatan yang digerakkan oleh motor, namun bukan kendaraan bermotor dalam pengertian yang diatur oleh UU LLAJ.

Dengan demikian, pengaturan alat berat sebagai kendaraan bermotor seharusnya dikecualikan dari UU LLAJ atau setidaknya terhadap alat berat tidak dikenai persyaratan yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya yang beroperasi di jalan raya.

“Mewajibkan alat berat untuk memenuhi persyaratan teknis yang sama dengan persyaratan bagi kendaraan bermotor pada umumnya, padahal keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda, adalah hal yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) danPasal 1 ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum,” tandasnya.

Dalam permohonannya, Pemohon merasa dirugikan hak konstitusional karena menempatkan alat berat sebagai kendaraan bermotor. Namun, menurut Pemohon, alat berat jika dilihat dari fungsinya merupakan alat produksi.

Berbeda dengan kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai moda transportasi baik barang maupun orang. Dengan kata lain, secara fungsional, alat berat tidak akan pernah berubah fungsi menjadi moda transportasi barang maupun orang. Para Pemohon memiliki dan/atau mengelola alat-alat berat berupa antara lain: crane, mesin gilas (stoomwaltz), excavator, vibrator, dump truck, wheel loader, bulldozer, tractor, forklift, dan batching plant yang digunakan melakukan aktivitas usahanya. Dengan menyamaratakan alat berat dengan kendaraan bermotor maka alat berat diharuskan mengikuti uji tipe dan uji berkala seperti halnya kendaraan bermotor.

Alat berat diharuskan memiliki perlengkapan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam UU LLAJ, padahal alat berat yang dimiliki para Pemohon tidak memiliki alat pendongkrak dan pembuka roda dikarenakan alat berat tidak memiliki ban. Selain itu, alat berat juga harus diregistrasikan dan diidentifikasi seperti halnya kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam Pasal 64 UU LLAJ yang pada pokoknya kendaraan bermotor diharuskan diregistrasi guna mendapatkan sertifikat uji tipe, padahal alat berat tidak dapat dilakukan uji tipe. (j.Red.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *